– Kelurahan Tanjung Benoa, di Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali ditetapkan sebagai Komunitas Siaga Tsunami atau Tsunami Ready Community oleh Intergovernmental Oceanographic Commission (IOC) Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Dunia (Unesco).
Julukan ini diberikan dalam rangkaian Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) ke-7 di Bali. bo judi slot
Adapun sertifikat pengakuan disampaikan oleh Direktur Unesco Biro Sains Regional Asia dan Pasifik Mohamed Djelid Dibantu Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, dan nomor pejabat.
Dwikorita menyampaikan, Komunitas Tanjung Benoa menjadi komunitas di Indonesia yang pertama kali mendapatkan pengakuan internasional dari Unesco IOC sebagai Komunitas Siaga Tsunami.
“Tanjung Benoa ini adalah komunitas di Indonesia yang pertama kali mendapatkan pengakuan internasional UNESCO-IOC sebagai Tsunami Ready Community,” kata Dwikorita dalam keterangan tertulis yang diterima , Sabtu ( 28/5/2022).
Sebelumnya, BMKG telah memprakarsai Sekolah Lapang Tsunami Ready guna mendukung program Tsunami Ready di Indonesia.
Sekolah Lapang tersebut bahkan merupakan Program Prioritas Nasional untuk mewujudkan masyarakat yang siaga akan bahaya gempa dan tsunami.
Sementara itu, Koordinator Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono menambahkan bahwa Tsunami Ready adalah program peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi ancaman tsunami dengan berbasis pada 12 indikator yang telah.
“Menyiapkan masyarakat Tanjung Benoa sebagai Tsunami Ready Community adalah tepat, mengingat hampir seluruh wilayahnya dikelilingi lautan dan berhadapan dengan zona Megathrust Selatan Bali sebagai sumber gemtsunami m potsimum 8 ” jelas Daryono.
Sebenarnya, selain Tanjung Benoa, BMKG telah mengusulkan 6 komunitas lainnya untuk mendapatkan pengakuan yang sama.
Enam komunitas tersebut adalah Panggarangan-Lebak, Pangandaran, Glagah-Kulon Progo, Kemadang-Gunungkidul, Tambakrejo-Malang, dan Kuta-Mandalika Lombok.
Saat ini, semuanya masih dalam proses untuk mendapatkan pengakuan internasional itu.
Adapun indikator yang diterapkan Unesco agar sebuah komunitas bisa menyandang predikat Komunitas Siaga Tsunami adalah sebagai berikut:
1. Telah dipetakan dan didesain zona bahaya tsunami;
2. Jumlah orang berisiko di zona bahaya tsunami dapat terestimasi;
3. Sumber-sumber ekonomi, infrastruktur, dan politik;
4. Peta mudah dijangkau tsunami;
5. Informasi tsunami termasuk rambu-rambu yang ditampilkan di publik;
6. Sosialisasi, kesadaran masyarakat, dan edukasi teredia dan terdistribusi;
7. Sosialisasi atau kegiatan edukasi minimal 3 kali dalam satu tahun;
8. Pelatihan komunitas tsunami diadakan minimal 2 tahun sekali;
9. Disetujuinya rencana tanggap darurat komunitas tsunami;
10. Tersedia kapasitas untuk mengelola operasi darurat selama tsunami;
11. Tersedia sarana yang memadai dan andal untuk menerima peringatan tsunami resmi 24 jam tepat waktu telah; dan
12. Tersedia sarana yang memadai dan andal untuk menyebarkan peringatan tsunami resmi 24 jam kepada publik secara tepat waktu.
Daryono menyebut, predikat Komunitas Siaga Tsunami akan tercapai apabila smua pihak yang terlibat dan berkolaborasi, sehingga 12 indikator yang ditetapkan dapat dipenuhi dengan baik.
“Kelurahan Tanjung Benoa telah melibatkan banyak pihak untuk mewujudkan hal tersebut,” ujar dia.
Saat ini, Kelurahan Tanjung Benoa memiliki Peta Bahaya Tsunami sehingga masyarakat dapat memahami zonasi bahaya tsunami di wilayahnya.
Tak hanya itu, sebanyak 7 hotel di wilayah itu juga telah menyiapkan tempat pengungsian tsunami vertikal yang selain dapat digunakan oleh tamu, juga oleh masyarakat sekitar apabila terjadi gelombang tinggi tsunami.
Hotel yang dimaksud adalah:
1. Resor Teluk Peninsula
2. Vila Benoa Sea Suites
3. Resor Grand Mirage
4. Ion Bali Benoa
5. Rasa Sayang
6. Novotel
7. Resor Sakala
Dalam menyiapkan indikator kesiapsiagaan, Tanjung Benoa juga telah melibatkan sekolah untuk melatih siswa melakukan simulasi gempabumi dan tsunami secara rutin.
Papan rambu arah dan peta tsunami telah terpasang melalui kerja bersama BMKG, BPBD Provinsi Bali dan Kabupaten Badung, dan organisasi internasional UNDP.