Berita

Susahnya Beli Minyak Goreng Pakai Aplikasi PeduliLindungi, Pedagang: Tidak Praktis, Hanya Tambah Kerjaan

Spread the love

BANDUNG, – Agus Gustiwana, 52, pedagang sembako di Pasar Banjaran, Jawa Barat, Kabupaten Bandung mengeluhkan penggunaan aplikasi PeduliLindungi untuk membeli minyak goreng.

Dia khawatir kebijakan itu justru akan mengurangi jumlah pelanggan yang sering datang ke stannya untuk membeli minyak goreng.

“Saya tahu ini arahan atau keinginan pemerintah,” katanya saat ditemui , Rabu (29/6/2022). judi slot online

Di , Agus mengaku tidak menolak keinginan pemerintah, melainkan sosialisasi substantif secara besar-besaran.

Menurutnya, tidak semua pembeli minyak goreng mau dan mampu menggunakan aplikasi PeduliLindung sebagai media jual beli.

“Minyak goreng sudah menjadi pusat perhatian,” jelasnya. “Sebagai pedagang, saya takut memberhentikan pelanggan saya karena tidak mungkin menggunakan PeduliLindung untuk membeli minyak goreng.”

Dikatakannya, tidak semua orang senang menggunakan aplikasi PeduliLindung, khususnya di Kabupaten Bandung.

Tak perlu dikatakan, banyak orang memahami PeduliLindung sebagai aplikasi untuk menangani Covid-19.

Ia menjelaskan, “Setahu saya itu benar. Saya tahu itu hanya untuk virus corona. Bayangkan dialihkan untuk membeli minyak goreng.”

Namun, Agus mengaku tak lama setelah stok minyak habis, sejumlah distributor minyak goreng mewajibkan para pengedar untuk mendaftarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai syarat pembelian minyak goreng.

“Saat itu distributor juga harus mendaftar sebagai pembeli di NIK dan distributor meminta saya memasukkan pesanan, yang tidak maksimal bagi saya,” ujarnya.

Ia mengatakan saat itu NIK hanya mampu membeli dua liter minyak goreng.

/M. Beberapa pedagang di Kabupaten Bandung, pasar tradisional di Elgana Mubarokah Banjaran, mengeluhkan masalah penjualan minyak goreng menggunakan aplikasi PeduliLindung.

Agus mengatakan, “Kalau daftar tidak bisa beli lebih dari 2 liter, dan bisa juga beli di warung lain. Kalau distributornya sama, aturannya seperti ini,” ujarnya.

Ia berharap lompatan digital ini tidak mengganggu proses jual beli.

“Tentu saja, hanya metode atau aturan yang terlihat. Pemerintah punya cara sendiri untuk memikirkan cara mendaur ulang minyak goreng di lokasi,” tambahnya.

Ingkus Kuseman, 49 tahun, pedagang saham yang sudah menggeluti bisnis ini sejak 2001, juga mengeluh.

Ingkus mengatakan rata-rata pembeli di segmen ini adalah wanita berusia lanjut.

“Jadi inspeksi di tempat seperti situasi, semuanya cepat. Layanan normal (tanpa aplikasi) sudah lama bekerja dan saya pikir itu sangat bagus, “katanya.

Dia tidak menjamin semua pembeli bisa menggunakan PeduliLindungi untuk membeli minyak goreng.

“Sebenarnya ada yang melakukannya, tetapi tidak sedikit yang memberi perintah kepada yang lain: tukang ojek, asisten, orang yang benar-benar paham,” ujarnya.

Engkus mengakui, belum banyak orang yang mengenal ponsel Android dalam hal jual beli kebutuhan pokok.

“Masih sulit digunakan terlepas dari pembeli, dan sulit, apalagi meminta mereka untuk menggunakan alat perdagangan,” katanya.

Dia berpendapat, ide pemerintah menggunakan aplikasi PeduliLindung untuk membeli minyak goreng mungkin untuk mengontrol siklus minyak atau mempercepat proses transaksi.

Namun, menurut Ingkus, kenyataannya proses ini akan melambat dan memaksa para pedagang untuk berbuat lebih banyak.

“Jujur, ini tidak praktis. Harus tambah tugas. Harus mengumpulkan data, membuka kunci ponsel, melayani pembeli, dan itu sebenarnya lapisan pekerjaan, “katanya.

Sementara itu, salah satu pembeli pasar tradisional Banjaran, Tati Kostiati, 37, mengaku pemerintah sedang kesulitan.

Tati merasa risih harus membawa ponselnya ke pasar, apalagi soal keamanan.

“Kami tidak bisa menjamin. Kalau pasar aman, bisa terjadi pencopetan. Bukan menghina pasar, tapi itu lebih menjadi perhatian,’ kata Tate.

Tati juga heran dengan tujuan pemerintah menggunakan PeduliLindungi untuk membeli minyak goreng.

”Saya kurang paham. Untuk memudahkan, ternyata praktik ini berbelit-belit dan tidak ideal,’” ujarnya.

Sebagai komunitas kecil, Tate hanya meminta pemerintah tidak mengganggu masyarakat.

Dia mengaku menderita kekurangan minyak goreng.

“Kemarin jarang, harganya keterlaluan, penipuannya tinggi. Ya, sepertinya pemerintah ingin mengenali dan memahaminya. Seperti yang Anda tahu, sekarang semakin rumit,’ katanya. selesai.

Anda mungkin juga suka...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *