Nasional

Ikhtiar Kebangsaan Dari Ruang Virtual

Spread the love

WINARNO Surakhmad (2009) dalam buku Pendidikan Nasional: Strategi dan Tragedi menyampaikan pentingnya pendidikan yang mengindonesiakan. Apa itu? slot deposit dana

Pendidikan yang memberi kesadaran tentang keragaman bangsa yang perlu dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai sumber kekuatan berbangsa. Pendidikan jenis ini memantapkan konsep Indonesia secara spiritual, ideologi dan fisik.

H.A.R Tilaar (2012), tokoh pedagogi kritis lainnya, juga berpendapat bahwa untuk membangun masyarakat Indonesia baru diperlukan masyarakat yang penuh toleransi dan lebih terbuka pandangannya.

Peran pendidikan dalam memberi kesempatan anak-anak untuk lebih terbuka terhadap keberagaman yang terdapat di sekitar lingkungan tinggal, di sekolah, maupun di masyarakat luas memang sangat krusial.

Dalam konteks Indonesia yang majemuk, hal tersebut merupakan bekal mendasar dan tidak bisa ditawar.

Internalisasi terhadap keberagaman di masyarakat merupakan fundamen bagi bangunan ke-indonesiaan.

Bagaimana mewujudkan pendidikan yang meng-Indonesia serta menjadikan anak-anak didik sosok yang terbuka, toleran, berwawasan luas namun kokoh secara karakter?

Tentu saja itu semua tidak bisa dilakukan melalui pembelajaran normatif berbasis mata pelajaran semata.

Sebab itu, anak-anak harus mendapat pengalaman berinteraksi dengan ragam perbedaan yang ada di masyarakat secara langsung.

Merasakan betapa kompleks dan penuh problematiknya kehidupan yang ada di masyarakat.

Sekolah memang harus erat dengan masyarakat, bukan justru berjarak. Selain itu, tantangan lain yang dihadapi anak-anak di era kiwari, yaitu terkait membangun kepekaan anak-anak terhadap isu politik, sosial dan ekonomi.

Anak-anak harus mendapat pemahaman juga observasi memadai mengenai beragam ketimpangan yang masih terjadi di masyarakat.

Anak-anak harus dipantik untuk menyadari mengenai realitas sosial di masyarakat juga beragam problematikanya.

Misalnya, di level SMA berbagai kasus aktual seperti kelangkaan minyak goreng, isu kerusakan hutan, isu marjinalisasi ketika proses pembangunan, dan ragam isu lainnya dapat menjadi bahan diskusi.

Kepekaan mereka terhadap berbagai problem kekinian menjadi sangat penting. Pada tahap anak-anak dapat dibimbing untuk mencari berbagai referensi yang valid.

Ruang virtual

Saat pandemi mewujudkan perjumpaan anak-anak dengan berbagai kelompok masyarakat menjadi tantangan tersendiri.

Karena bahkan perjumpaan dengan para guru dan teman-teman di sekolah masih sangat terbatas.

Padahal perjumpaan anak-anak dengan sesamanya, guru, staf sekolah, serta masyarakat merupakan pembelajaran yang tidak kalah penting dengan materi pelajaran yang harus dikuasai.

Sebelum pandemi, untuk mengenal masyarakat, pihak sekolah dapat membawa anak-anak menyelami kehidupan masyarakat dengan berbagai kegiatan.

Beberapa sekolah memprogramkan kegiatan seperti field trip, live in, perkemahan, kegiatan penelitian sosial dan ragam kegiatan lain sebagai upaya untuk mendekatkan anak-anak ke masyarakat.

Saat ini program-program tersebut masih sulit dilakukan sebab kegiatan pembelajaran tatap muka pun masih terbatas dilakukan.

Namun, masih terdapat peluang bagi sekolah yang memiliki akses internet, fasilitas, guru, dan dukungan orangtua yang memadai.

Selama ada akses internet, guru-guru dapat kreatif membuat ragam kegiatan yang memungkinkan anak-anak belajar mengenai Indonesia yang beragam.

Misal, di sekolah anak saya beberapa minggu lalu diselenggarakan kegiatan bertajuk Keragaman Budaya Indonesia.

Dengan mengusung budaya nusantara, anak-anak kelas satu SD dilatih oleh para guru menampilkan kreasi pertunjukkan seni musik, seni tari, seni pertunjukkan dan kegiatan lainnya. Nampak wajah gembira anak-anak meski terbatasi karena tampil secara virtual.

Anak-anak harus mengenal Indonesia dengan riang gembira. Melalui perasaan tersbut, kecintaan terhadap negeri ini dipupuk.

Ki Hadjar Dewantara (2013), misalnya, menyebut bahwa kebudayaan bangsa penting untuk perkembangan jiwa pribadi anak-anak.

Internalisasinya dapat dilakukan lewat permainan-permainan, kesenian, tari-tarian, lagu-lagu, drama, deklamasi, dan lain sebagainya.

Ki Hadjar Dewantara menyatakan kegiatan-kegiatan tesebut menjadi bagian penting untuk perkembangan budi pekerti anak-anak dan upaya untuk meluhurkan kebudayaan yang sesuai dengan kepribadian rakyat Indonesia yang merdeka.

Sementara itu Yudi Latif (2020) dalam Pendidikan yang Berkebudayaan: Histori, Konsepsi, dan Aktualisasi Pendidikan Transformatif menyebutkan bahwa pada kurikulum pendidikan dasar harus menyediakan peserta didik wahana untuk mengolah rasa, mengasah daya afeksi yang dapat memperkuat kepekaan estetik, kehalusan perasaan, keindahan perangai, kepekaan empati dan solidaritas sosial, sensitivitas daya spiritualitas, ketajaman rasa keadilan, semangat kebangsaan, dan gotong royong.

Berbasis hal tersebut, ruang-ruang virtual yang dibangun sekolah tidak bisa hanya sekadar digunakan untuk menuntaskan materi ajar.

Ruang-ruang virtual tersebut perlu dijadikan lokus anak-anak untuk saling mengenal satu sama lain secara intensif.

Bagi siswa di sekolah dasar, misalnya, anak-anak dapat diminta mengenal diri dan keluarganya.

Dapat dimulai dari identitas kultural diri dan keluarga seperti suku, agama, budaya, maupun asal daerah.

Juga terkait perayaan budaya dan keagamaan yang biasa dilakukan oleh keluarga masing-masing.

Setiap anak dapat diminta bercerita dan kemudian masing-masing dari mereka dapat saling mengajukan pertanyaan.

Dalam ruang virtual, setiap anak harus diberi kesempatan bercerita dan mengajukan pertanyaan.

Mereka harus diberi kesempatan saling berdialog. Untuk anak SD biarkan lontaran-lontaran spontan mengalir agar mereka berani bertanya.

Guru perlu menjadi sosok asik dan interaktif sehingga dapat masuk dalam diskusi anak-anak.

Untuk siswa SMP dan SMA, pihak sekolah perlu memberi kesempatan para siswa untuk juga berjumpa secara lansung dengan ragam sekolah yang memiliki latar agama, ekonomi, suku, dan daerah yang berbeda.

Berkaca pada pengalaman dahulu ketika masih mengajar, di bawah program Tony Blair Foundation, saya pernah membantu memfasilitasi anak-anak SMA Islam Al Izhar melakukan video conference dengan salah satu sekolah di Ukraina (2013).

Alangkah menarik obrolan dari anak-anak berbeda negara mengenai agama, adat istiadat dan berbagai hal lainnya.

Merujuk pada program tersebut, maka sangat memungkinkan untuk membuat anak-anak di Aceh dapat berdialog dengan anak-anak di Papua.

Juga anak-anak di Jakarta berdialog dengan anak-anak di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

Perjumpaan virtual tersebut pasti penuh keterbatasan dan bisa jadi tidak seampuh perjumpaan langsung, namun dapat menjadi upaya mengeratkan antaranak bangsa.

Jika bertemu langsung masih terkendala jarak dan biaya, maka berbagai aplikasi komunikasi dapat dimanfaatkan untuk mendekatkan mereka.

Ikhtiar kebangsaan dapat dimulai dari ruang-ruang virtual. Obrolan-obrolan santai di ruang virtual dapat menjadi awal dari kolaborasi antaranak bangsa.

Mereka dapat berbagi pengalaman, kegelisahan, harapan, imajinasi, serta problematika Indonesia yang kompleks.

Tentu harapannya agar anak-anak semakin menyadari betapa Indonesia yang Bhineka dan memiliki sumber daya manusia serta sumber daya alam yang luar biasa ini harus dijaga oleh mereka dengan sekuat tenaga.

Kegiatan-kegiatan yang menumbuhkan kesadaran terkait Indonesia yang beragam menjadi sangat krusial. Dan untuk mengoperasionalisasikannya membutuhkan kerja-kerja intensif, terstruktur dan masif.

Anda mungkin juga suka...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *